Rencana Revisi UU Pendidikan Kedokteran 2013
I. Latar belakang UU Pendidikan Kedokteran 2013 harus direvisi, diantaranya:
II. Sistem pendidikan kedokteran
Sistem pendidikan kedokteran di Indonesia adalah Tiga Tungku Sajarangan. Pasal 36 Undang-Undang 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran dirasa mempersulit mahasiswa kedokteran dalam mendapatkan ijazah. Dikatakan mahasiswa harus melalui uji kompetensi mahasiswa program profesi dokter atau dokter muda dimana sebagai syarat memperoleh sertifikat kompetensi dan sertifikat profesi yang dianggap setara ijazah. Sehingga belum tentu mendapatkan ijazah bagi mahasiswa yang sudah lulus pendidikan dokter dikarenakan gagal pada ujian kompetensi (tirto.id).
III. Rumah sakit pendidikan
Dilansir dari kompas, masih banyak perguruan tinggi di Indonesia belum ada kesiapan untuk menyediakan pendidikan kedokteran karena belum memiliki rumah sakit pendidikan. Sementara menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, dikatakan bahwa Fakultas Kedokteran wajib memiliki Rumah Sakit pendidikan. Aturan tersebut menyiratkan pesan agar tidak sembarangan membuka program studi kedokteran dan pertumbuhan fakultas kedokteran perlu dibatasi agar dokter yang dihasilkan bermutu. Sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir mengatakan, pembangunan sejumlah Rumah Sakit pendidikan terhenti. Dari 24 Rumah Sakit pendidikan di bawah Kemristek dan Dikti yang dibangun, baru 8 RS beroperasi di antaranya, RS pendidikan milik Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Sumatera Utara, dan Universitas Hasanuddin. Keterbatasan dana juga menjadi andil belum terlaksanakannya Rumah Sakit pendidikan. Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek Kemristek dan Dikti Ali Ghufron Mukti menyampaikan, kini, ada 16 Rumah Sakit pendidikan di bawah Kemristek dan Dikti yang pembangunannya terhambat. Salah satunya adalah Rumah Sakit pendidikan Universitas Samratulangi. Menurut Ghufron, pembangunan RS pendidikan terhambat karena keterbatasan anggaran. “Perlu anggaran setidaknya Rp 200 miliar untuk membangun rumah sakit. Ini tak gampang,” ucapnya.
Beberapa permasalahan pembangunan dan operasional Rumah Sakit pendidikan di Indonesia, sebagai berikut:
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan menyebutkan tugas dan fungsi rumah sakit. Tugas rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Sedangkan fungsi rumah sakit, yaitu:
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatah dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Berikut solusi dari beberapa permasalahan di atas:
IV. Peran PTPI, sebagai berikut:
1. Pelatihan dan pendampingan pembuatan master plan rumah sakit pendidikan dan penelitian.
2. Pendampingan pembuatan rencana bisnis dan kerjasama dengan berbagai stakeholder (bank, investor, dan supplier) untuk pendanaan dan pendapatan.
3. Strategi penghematan biaya pembangunan dan operasional rumah sakit pendidikan di era industri 4.0 yaitu
4. Sumber Daya Manusia :
5. Perencanaan dan implementasi sistem pengelolaan rumah sakit berbasis teknologi 4.0 (SMART-RS).
6. Pendampingan pembuatan master plan dan implementasi kerjasama dengan berbagai stakeholder.
7. Penyusunan kurikulum dan silabus untuk pendidikan dokter berbasi teknologi 4.0 termasuk informatika kesehatan dan teknologi kedokteran.